Bagaimana Nasib Properti Kita?

Sudah 1 bulan ini saya bekerja di bidang properti…hal ini membuat saya “sedikiiiit” mengerti tentang properti. secara umum pekerjaan saia yaitu menilai sebuah tanah apakah berpotensi untuk dibuat sebuah perumahan atau tidak. Jadi saia mensurvei tentang lokasi lahan, sarana prasarana, aspek pasar hingga sasaran yang ingin dicapai.

Sebagai perusahaan milik daerah, sasaran yang ingin dicapai adalah PNS. Saat ini semakin banyak bertebaran perumahan-perumahan kelas menengah ke atas yang tidak terjangkau oleh kelas bawah yang menjadi kaum mayoritas. tetapi mengapa para praktisi properti kelas bawah tidak bisa meniru Pakuwon Group dan Citra Raya…Perhatikan saja, sebagian besar perumahan kelas “bawah” memiliki akses yang lebarnya hanya 5 meter saja sehingga tidak cukup untuk 2 mobil berpapasan. Mengapa pemerintah kita tidak bisa meniru perumahan-perumahan elit untuk menata kota tercinta kita ini.
Menurut Undang-Undang (yang saia tidak tahu tahun dan nomernya, saya hanya inget salah satu perkuliahan jaman muda…hehehe) bahwa seharusnya 60% dari sebuah lahan yang dibangun sebagai perumahan, sedangkan sisanya 40% digunakan sebagai fasum. Tetapi saya yakin, banyak perumahan-perumahan yang dikelola oleh pihak-pihak kita yang fasilitas umumnya kurang dari 40%.

Jadi, sebaiknya properti kita diolah oleh pihak pemerintah (= semrawut)  atau pihak swasata (= mahal)?